@Nursing_Post | Di
akhir tahun 1995, saya baru saja lulus SPK (Sekolah Perawat Kesehatan) di Kota
Batik Pekalongan. Sudah menjadi suatu ‘budaya’ bahwa setelah lulus sekolah
perawat pada masa itu, maka dia akan memulai ‘praktik mantri suntik’ di
rumahnya. Termasuk saya.
Saya
tidak sampai memasang papan praktik layaknya dokter atau pengacara. Sebagai
seorang Pak Mantri (begitu orang kampung biasa memanggil), saya tidak mempunyai
jam praktik, tidak memungut tarif resmi dan tidak juga memasang iklan di
mana-mana. Ketika ada tetangga yang sakit dan datang ke rumah, ya ditolong
semampunya. Terkadang ada juga yang meminta untuk datang ke rumah mereka.
Tidak
hanya itu, menjadi mantri sunat (tukang supit) di kampung juga dijalani.
Dimulai menyunat anak tetangga yang sembuh cepat, saya pun mulai dikenal, di
desa sendiri dan desa tetangga, bahkan sampai di kecamatan sebelah.
Sekitar
3 tahun bekerja sebagai tenaga ‘siap lelah’ di Puskesmas. Gaji honorer pun tak
pernah didapat. Yang ada hanya uang lelah. Setiap awal bulan, kepala personalia
Puskesmas memberi sebuah amplop bertuliskan ‘uang lelah’ kemudian dibawahnya
ada tulisan ‘Rp.15,000’ (lima belas ribu rupiah).
Dengan
uang segitu, untuk beli bensin pun tak cukup. Namun, semua itu dijalani dengan
senang hati, karena saya ingin membanggakan orang tua, bisa menjadi mantri
suntik di kampung, bisa dekat dengan mereka dan terkadang membantu keuangan
semampunya dari hasil ‘praktik’.
Di
tengah kesibukan bekerja sebagai tenaga siap lelah di Puskesmas dan menjadi
mantri sunat di kampung sendiri, saya luangkan waktu mengikuti kursus bahasa
inggris. Tak ada angan-angan atau impian untuk apa belajar bahasa inggris.
Pokoknya hanya ingin belajar dan menambah pengetahuan.
Sampai
3 kursus dilakoni, tapi disetiap akhir program, tidak ada perubahan dalam
kemampuan bahasa inggris. Gimana ada perubahan, lha wong ngomong sehari-harinya
aja pake Bahasa Banyumasan.
Semenjak
lulus sekolah, ‘praktik mantri’, dan bekerja di puskesmas, selama itu pulalah
tinggal bersama orangtua. Selama itu pula tidak pernah lagi meminta uang ke
orangtua, malah sebisanya memberi buat mereka.
***
Di akhir tahun 1998, saya putuskan untuk berpindah tempat kerja. Mencari tempat
kerja baru, suasana baru, pengalaman baru dan membuka wawasan kehidupan yang
lebih luas.
Alhamdulillah,
ada sebuah rumah sakit swasta di Kota keripik, Purwokerto yang menerima.
Anehnya, saya menjadi perawat laki-laki satu-satunya.
Setahun
di Purwokerto, kemudian pindah lagi karena ajakan seorang teman sewaktu SPK
(almarhum Syamsul Bachri) untuk melanjutkan pendidikan diploma keperawatan di
kelas ekstensi RSUD Purbalingga. Paginya bekerja di RSUD, kemudian sore harinya
belajar di kelas. Alhamdulillah! Di akhir tahun 2001 pendidikan diploma
keperawatan pun berakhir.
Baru
3 bulan bekerja sebagai tenaga kerja honorer di RSUD Purbalingga, tiba-tiba ada
tawaran dari seorang dosen bahwa ada program pelatihan perawat untuk persiapan
ke luar negeri yang bertempat di Semarang.
Sebuah
pilihan yang sulit. Di antara mau melanjutkan kerja sebagai tenaga honorer atau
memilih mengikuti pelatihan yang belum tentu hasil akhirnya.
Bersama
dengan seorang teman, Ria Budi namanya, kami pun bertekad bulat mengikuti
pelatihan tersebut.
***
Memasuki bulan Agustus 2002 menjadi saat-saat terakhir program Pendidikan dan
Pelatihan (Diklat) Sertifikasi Perawat Profesional di Semarang. Diklat tersebut
diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah bekerja sama dengan
Politeknik Kesehatan Semarang dan RSUP Dr. Kariadi Semarang.
Program
training dengan bahasa pengantar bahasa inggris ini, terlaksana selama hampir
satu tahun. Sebuah proyek diklat yang bercita-cita memberangkatkan semua
pesertanya untuk bekerja di luar negeri.
Namun
apa mau dikata! Sampai akhir program, tak ada satupun peserta yang bisa
berangkat ke luar negeri. Jangankan seleksi, try out pun tak pernah digelar.
Ibarat
ayam yang kehilangan induknya. Akhirnya masing-masing mencari ‘peruntungan’
sendiri. Dari 120-an peserta lulusan Akademi Keperawatan se-Jawa Tengah, ada
yang melempar lamaran kerja sana sini, ada juga yang pulang kampung.
Kami
nggak tahu pihak mana yang salah, yang jelas bahwa program ini tidak membuahkan
hasil yang manis.
Status
tenaga honorer sudah saya tanggalkan setahun lalu. Impian bekerja ke luar
negeri belum kesampaian. Perjuangan belum berakhir. Kalau boleh dibilang,
pelatihan ini gagal.
Tapi
dari ‘kegagalan’ inilah yang nantinya menjadi titik awal yang mengantarkan saya
bekerja ke luar negeri. Inilah titik tolak dimulainya sebuah episode kehidupan
untuk berkeliling nusantara.
***
Saya merupakan satu dari sekian banyak peserta diklat yang mengirimkan lamaran
kerja ke beberapa rumah sakit. Hampir sebulan, tak ada satu pun institusi yang
memanggil.
Hingga
suatu waktu, ada seorang teman yang mengabari bahwa ada lowongan kerja untuk
perawat yang dimuat di sebuah harian. Saya dan sebagian yang lain pun segera
membuat surat lamaran kerja untuk mengisi posisi Rotating Paramedic dan
mengirimkannya via pos ke perusahaan dimaksud. Perusahaan itu bernama
International SOS.Sebuah perusahaan penyedia layanan kesehatan yang berbasis di
Perancis ini mempunyai kantor cabang di Indonesia, tepatnya di Kawasan
Antasari, Jakarta Selatan.
Alhamdulillah,
saya dipanggil, ikut wawancara dan lulus. Saya menjadi satu dari 9 orang dari
diklat semarang yang keterima.
Setelah
melewati masa training selama 4 minggu di SOS Training Department Jakarta, saya
ditempatkan bekerja di sebuah perusahaan pertambangan batubara terbesar di
Indonesia kala itu, yaitu PT.Kaltim Prima Coal. Perusahaan ini terletak di
sebuah kota kecil bernama Sangatta Baru, Kalimantan Timur.
Berbekal
training pre hospital care yang sebelumnya tak pernah diajarkan di kampus, saya
pun siap bekerja di lokasi pertambangan.
***
Tibalah masa menikmati penerbangan pertama dalam sejarah. Istilah-istilah check
in, take off, landing serasa masih asing di telinga.
Alhamdulillah,
dalam waktu bersamaan ada seorang Laboratory Technician asli Bandung yang
ditempatkan di KPC site. Dialah yang memberikan briefing bagaimana check in,
boarding, mengencangkan seat belt, dan hal-hal lain yang terkait dengan bandara
dan penerbangan.
Namanya
aja wong ndeso, semula, pesawat tahu nya hanya ketika melintas di atas rumah
atau saat melihatnya dalam sebuah adegan film di televisi. Maka jangan heran,
jika masih buta dengan istilah-istilah di airport.
***
Dari yang tidak tahu sama sekali tentang bandara dan penerbangan, hingga bisa
menumpangi berbagai macam pesawat. Bukan bermaksud sombong, tapi
pesawat-pesawat inilah yang dalam babakan kehidupan berikut, saya nikmati
menuju lokasi kerja ataupun saat pulang cuti. Diantaranya pesawat Boeing 737,
Twin otter, Cassa 212, helicopter Super puma, helicopter Hughes 500, helicopter
Skordsky, Beechcraft, helicopter Bell 212, dan helicopter Bell 412.
Selama
6 tahun bergabung dengan perusahaan yang bergerak dalam menyediakan jasa
layanan kesehatan ini, saya telah menapaki berbagai kota dari Ujung Papua
hingga Aceh. Baik untuk kepentingan perjalanan tugas ataupun hanya sekedar
singgah.
Dengan
bekal profesi nursing, saya pernah meninggalkan jejak di Biak, Sorong,
Salawati, Babo, Bintuni, Bali, Surabaya, Yogyakarta, Jakarta, Manado, Makassar,
Sangatta, Bontang, Samarinda, Balikpapan, Muara Teweh, Medan, dan Aceh. Sungai
Barito, Sungai Mahakam, Teluk Bintuni bahkan sampai Selat Malaka pun pernah
diarungi.
Tak
hanya bisa menikmati perjalanan yang dibiayai oleh perusahaan, menikmati
fasilitas hotel-hotel berbintang menjadi hal yang biasa. Dari hotel berbintang
tiga sampai hotel berbintang lima sudah menjadi langganan. Kamar tidur luas.
Kasur empuk. Kamar mandi bersih dan harum. Makanan enak yang mahal harganya.
Semuanya sudah pernah dirasakan dan semuanya gratis. Dan yang terakhir,
semuanya perusahaan yang bayar.
***
Selama 3 tahun, saya bekerja sebagai emergency nurse di klinik swarga bara,
milik PT.KPC. Klinik ini, kurang lebih seukuran dengan Puskesmas induk di
kecamatan. Di klinik ini ada layanan rawat jalan (outpatient), rawat inap
(inpatient), dental, radiologi, laboratorium, dan occupational health. Selain
bekerja di Gawat Darurat, Head Nurse juga merotasi saya ke bagian lain seperti
ke occupational healthdan rawat jalan.
Di
KPC site inilah awal mula bekerja dengan orang yang multi suku dan multi
budaya. Suku Jawa, Batak, Toraja, Makassar, Bugis, Sunda, dan Dayak. Di sini
saya banyak belajar tentang berbagai macam perilaku dan karakter manusia. Di
sini banyak belajar untuk bisa mengerti tentang perbedaan sifat manusia. Sebuah
pembelajaran yang sangat berharga, yang tak pernah didapatkan selama kuliah
dulu.
Waktu
pun terus berlalu, dengan rotasi kerja 9 minggu on site (bekerja) dan 3 minggu
off site (liburan).
***
Site kedua adalah lokasi eksplorasi batubara yang berada di lebatnya belantara
Borneo milik perusahaan BHP Billiton. Proyek pencarian batubara ini berada di
tengah hutan Kalimantan tengah.
Untuk
menuju ke lokasi kerja, membutuhkan waktu yang cukup lama. Dengan perjalanan
udara selama satu jam menuju Mount Muro Airport, kemudian 15 menit perjalanan
darat menuju pelabuhan, 1 jam perjalanan air menyusuri sungai barito,
dilanjutkan 2 jam perjalanan darat, barulah saya sampai di sebuah Camp pekerja
eksplorasi.
Benar-benar
sebuah petualangan!
Pertama
kali sampai di Camp eksplorasi, saya tercengang. Suasananya lengang dan sangat
sepi. Tak terdengar suara kendaraan. Tak terlihat pula lampu-lampu jalan.
Camp
ini berada di sebuah lembah.
Di
sisi kanan kiri terdapat pepohonan tinggi yang tak lagi lebat karena sisa-sisa
penebangan. Di beberapa tempat nampak semak belukar. Tiang-tiang bangunan camp
terbuat dari kayu-kayu hutan. Dinding dan atapnya terbuat dari plastik terpal.
Kantor kepala proyek, ruang radio komunikasi, dapur, klinik first aid, kamar
mandi dan toilet, semuanya serba beratap dan berdinding plastik terpal.
Air
mandi berasal dari air sungai yang ada tak jauh dari camp. Air sungai disedot
dengan mesin pompa kemudian ditampung ke bak-bak mandi yang terbuat dari
drum-drum bekas.
Tempat
tidurnya, bed ala tentara yang bisa dilipat. Untuk menghindari gigitan nyamuk,
masing-masing tempat tidur dipasangi kelambu dari kain tipis. Selain tahan
nyamuk, kelambu ini bermanfaat untuk membantu menghangatkan tempat tidur.
Dalam
proyek ini, saya mulai mengenal profesi lain seperti Geologist, Surveyor, Radio
Operator, Helicopter Landing Officer dan Logistic Officer. Coba kalau kita
bekerja di Rumah Sakit, yang kita kenal ya Dokter, Nurses, Bidan, Laboratory
Technician, Xray Technician, Physiotherapist dan Ahli Gizi.
Memasuki
proyek eksplorasi ini, sepertinya ‘kuliah’ lagi. Saya banyak belajar dengan
profesi lain dan mengenal lebih dekat dengan alam sekitar.
Jumlah
pekerjanya sekitar 30-an orang. Hanya ada satu nurse atau paramedic on duty.
Sebagai medic (sebutan nurse di lokasi kerja), saya bertanggungjawab penuh
terhadap status kesehatan seluruh karyawan. Dalam klinik first aid, terdapat
satu responder bag yang berisi peralatan dan obat-obatan yang selalu dibawa
ketika menemani karyawan yang sedang bekerja di tengah hutan.
Di
klinik juga terdapat peralatan untuk kepentingan evakuasi, seperti neck
collars, basket stretcher, scoop stretcher, portable oxygen, dan extrication
devices.
Dalam
kasus yang tidak bisa ditangani oleh medic dan membutuhkan konsultasi medis,
perusahaan menyediakan layanan Medical Director (MD). MD ini bertempat di
kantor pusat di Jakarta dan siap membantu on site paramedic yang membutuhkan
konsultasi dan rekomendasi. Walaupun sendiri di hutan sebagai tenaga kesehatan,
tapi MD siap memberikan advice ketika dibutuhkan.
***
Site ketiga, saya ditempatkan di sebuah proyek konstruksi (pembangunan) tambang
LNG (Liquid Natural Gas) Tangguh, milik perusahaan British Petroleum. Proyek
ini berada tepat di tepian Teluk Bintuni. Di desa Tanah Merah, Teluk Bintuni,
Papua Barat. Lokasinya sangat jauh di pedalaman papua. 3 jam perjalanan udara
dari Jakarta menuju Biak atau Sorong. Perjalanan udara menuju Babo selama 1 jam,
dan dilanjut lagi perjalanan air dengan speedboat menuju lokasi proyek sekitar
1.5 jam. Melelahkan tapi menyenangkan!
Situasi
kerja disini berbeda lagi dengan situasi kerja di KPC dan BHP Billiton. Dari
lokasi pertambangan kemudian lokasi eksplorasi, sekarang ke lokasi konstruksi.
3 situasi yang sangat berbeda. Orang-orang nya pun makin beragam. Di sini bisa
bertemu dengan orang-orang suku Papua, Jawa, Bugis, Makassar, Minang, Sunda dan
suku-suku lainnya.
Saya
juga berinteraksi dengan orang-orang Jepang, Australia, South Africa, Inggris,
Amerika, India dan ekspatriat lainnya.
Makin
beragam karakter dan sifat manusia yang ditemui. Lagi-lagi, ini merupakan
pelajaran kebudayaan yang tidak didapatkan di bangku sekolah.
******
Hikmah
yang bisa saya petik adalah, setelah lulus pendidikan perawat lebih bijak jika
tidak hanya berpikir bekerja di Rumah Sakit, Klinik dan Poliklinik dekat rumah
saja. Perluas jaringan dan wawasan. Tambah knowledge dan skills.
Dengan
menjadi praktisi nursing, kita bisa tetap bekerja sambil berkeliling nusantara
‘tanpa biaya’. Banyak di antara rekan-rekan saya waktu itu yang bisa
menyeberang ke Malaysia, Singapore, Bangladesh, Brunei, Vietnam, Papua New
Guinea, Thailand, Timor Leste, Australia, Irak, Cina bahkan sampai ke Rusia.
Walaupun
saya belum bisa sukses seperti rekan-rekan nurses yang saat ini sudah menjadi
Pengusaha, Politisi, Dosen, Direktur, Supervisor dan kesuksesan-kesuksesan
lainnya, saya pribadi merasa bangga dengan profesi nursing.
Alhamdulillah,
setumpuk kisah pertarungan saya sebelum ke negeri seberang, meski tanpa
pergulatan fisik, kayak James Bond aja! Dan cita-cita untuk bisa bekerja di
luar negeri, akhirnya tercapai.
Di
pertengahan 2008, saya bisa menjejak bumi Qatar dan tetap menekuni profesi
nursing. Perjalanan babak kedua, di padang pasir.
Uang
lelah 15 ribu rupiah/bulan yang dulu pernah saya nikmati, kini menjadi sebuah
hikmah yang bisa dipetik. Dengan kegigihan semangat dan usaha yang optimal,
insya’ Allah selalu ada jalan untuk meraih mimpi-mimpi besar.
Satu
lagi pesan saya terhadap junior nursing adalah jangan pernah lupa untuk selalu
berdo’a atas segala ikhtiar yang sudah kita lakukan. Allah ‘Azza Wajala, Maha
Tahu yang menjadi prasangka hambaNya.
Terima
kasih dan salam hormat untuk kedua orangtua yang telah menyekolahkan saya ke
nursing. (@sugengbralink: dimuat dalam Buku Enjoy Nursing yang diterbitkan oleh INDONESIAN NURSING TRAINERS)
Enjoy
Nursing! Your life will not be boring!
Dukhan,
02-12-2012
No comments:
Post a Comment
Thanks for reading this blog!