Tuesday, January 27, 2015

Rotating Paramedic, Serasa Jadi James Bond!


@Nursing_Post | Di akhir tahun 1995, saya baru saja lulus SPK (Sekolah Perawat Kesehatan) di Kota Batik Pekalongan. Sudah menjadi suatu ‘budaya’ bahwa setelah lulus sekolah perawat pada masa itu, maka dia akan memulai ‘praktik mantri suntik’ di rumahnya. Termasuk saya.

Saya tidak sampai memasang papan praktik layaknya dokter atau pengacara. Sebagai seorang Pak Mantri (begitu orang kampung biasa memanggil), saya tidak mempunyai jam praktik, tidak memungut tarif resmi dan tidak juga memasang iklan di mana-mana. Ketika ada tetangga yang sakit dan datang ke rumah, ya ditolong semampunya. Terkadang ada juga yang meminta untuk datang ke rumah mereka.

Tidak hanya itu, menjadi mantri sunat (tukang supit) di kampung juga dijalani. Dimulai menyunat anak tetangga yang sembuh cepat, saya pun mulai dikenal, di desa sendiri dan desa tetangga, bahkan sampai di kecamatan sebelah.

Sekitar 3 tahun bekerja sebagai tenaga ‘siap lelah’ di Puskesmas. Gaji honorer pun tak pernah didapat. Yang ada hanya uang lelah. Setiap awal bulan, kepala personalia Puskesmas memberi sebuah amplop bertuliskan ‘uang lelah’ kemudian dibawahnya ada tulisan ‘Rp.15,000’ (lima belas ribu rupiah).

Dengan uang segitu, untuk beli bensin pun tak cukup. Namun, semua itu dijalani dengan senang hati, karena saya ingin membanggakan orang tua, bisa menjadi mantri suntik di kampung, bisa dekat dengan mereka dan terkadang membantu keuangan semampunya dari hasil ‘praktik’.

Di tengah kesibukan bekerja sebagai tenaga siap lelah di Puskesmas dan menjadi mantri sunat di kampung sendiri, saya luangkan waktu mengikuti kursus bahasa inggris. Tak ada angan-angan atau impian untuk apa belajar bahasa inggris. Pokoknya hanya ingin belajar dan menambah pengetahuan.

Sampai 3 kursus dilakoni, tapi disetiap akhir program, tidak ada perubahan dalam kemampuan bahasa inggris. Gimana ada perubahan, lha wong ngomong sehari-harinya aja pake Bahasa Banyumasan.

Semenjak lulus sekolah, ‘praktik mantri’, dan bekerja di puskesmas, selama itu pulalah tinggal bersama orangtua. Selama itu pula tidak pernah lagi meminta uang ke orangtua, malah sebisanya memberi buat mereka.
***

Di akhir tahun 1998, saya putuskan untuk berpindah tempat kerja. Mencari tempat kerja baru, suasana baru, pengalaman baru dan membuka wawasan kehidupan yang lebih luas.

Alhamdulillah, ada sebuah rumah sakit swasta di Kota keripik, Purwokerto yang menerima. Anehnya, saya menjadi perawat laki-laki satu-satunya.

Setahun di Purwokerto, kemudian pindah lagi karena ajakan seorang teman sewaktu SPK (almarhum Syamsul Bachri) untuk melanjutkan pendidikan diploma keperawatan di kelas ekstensi RSUD Purbalingga. Paginya bekerja di RSUD, kemudian sore harinya belajar di kelas. Alhamdulillah! Di akhir tahun 2001 pendidikan diploma keperawatan pun berakhir.

Baru 3 bulan bekerja sebagai tenaga kerja honorer di RSUD Purbalingga, tiba-tiba ada tawaran dari seorang dosen bahwa ada program pelatihan perawat untuk persiapan ke luar negeri yang bertempat di Semarang.

Sebuah pilihan yang sulit. Di antara mau melanjutkan kerja sebagai tenaga honorer atau memilih mengikuti pelatihan yang belum tentu hasil akhirnya.

Bersama dengan seorang teman, Ria Budi namanya, kami pun bertekad bulat mengikuti pelatihan tersebut.
***

Memasuki bulan Agustus 2002 menjadi saat-saat terakhir program Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Sertifikasi Perawat Profesional di Semarang. Diklat tersebut diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah bekerja sama dengan Politeknik Kesehatan Semarang dan RSUP Dr. Kariadi Semarang.

Program training dengan bahasa pengantar bahasa inggris ini, terlaksana selama hampir satu tahun. Sebuah proyek diklat yang bercita-cita memberangkatkan semua pesertanya untuk bekerja di luar negeri.

Namun apa mau dikata! Sampai akhir program, tak ada satupun peserta yang bisa berangkat ke luar negeri. Jangankan seleksi, try out pun tak pernah digelar.

Ibarat ayam yang kehilangan induknya. Akhirnya masing-masing mencari ‘peruntungan’ sendiri. Dari 120-an peserta lulusan Akademi Keperawatan se-Jawa Tengah, ada yang melempar lamaran kerja sana sini, ada juga yang pulang kampung.

Kami nggak tahu pihak mana yang salah, yang jelas bahwa program ini tidak membuahkan hasil yang manis.

Status tenaga honorer sudah saya tanggalkan setahun lalu. Impian bekerja ke luar negeri belum kesampaian. Perjuangan belum berakhir. Kalau boleh dibilang, pelatihan ini gagal.

Tapi dari ‘kegagalan’ inilah yang nantinya menjadi titik awal yang mengantarkan saya bekerja ke luar negeri. Inilah titik tolak dimulainya sebuah episode kehidupan untuk berkeliling nusantara.
***

Saya merupakan satu dari sekian banyak peserta diklat yang mengirimkan lamaran kerja ke beberapa rumah sakit. Hampir sebulan, tak ada satu pun institusi yang memanggil.

Hingga suatu waktu, ada seorang teman yang mengabari bahwa ada lowongan kerja untuk perawat yang dimuat di sebuah harian. Saya dan sebagian yang lain pun segera membuat surat lamaran kerja untuk mengisi posisi Rotating Paramedic dan mengirimkannya via pos ke perusahaan dimaksud. Perusahaan itu bernama International SOS.Sebuah perusahaan penyedia layanan kesehatan yang berbasis di Perancis ini mempunyai kantor cabang di Indonesia, tepatnya di Kawasan Antasari, Jakarta Selatan.

Alhamdulillah, saya dipanggil, ikut wawancara dan lulus. Saya menjadi satu dari 9 orang dari diklat semarang yang keterima.

Setelah melewati masa training selama 4 minggu di SOS Training Department Jakarta, saya ditempatkan bekerja di sebuah perusahaan pertambangan batubara terbesar di Indonesia kala itu, yaitu PT.Kaltim Prima Coal. Perusahaan ini terletak di sebuah kota kecil bernama Sangatta Baru, Kalimantan Timur.

Berbekal training pre hospital care yang sebelumnya tak pernah diajarkan di kampus, saya pun siap bekerja di lokasi pertambangan.
***

Tibalah masa menikmati penerbangan pertama dalam sejarah. Istilah-istilah check in, take off, landing serasa masih asing di telinga.

Alhamdulillah, dalam waktu bersamaan ada seorang Laboratory Technician asli Bandung yang ditempatkan di KPC site. Dialah yang memberikan briefing bagaimana check in, boarding, mengencangkan seat belt, dan hal-hal lain yang terkait dengan bandara dan penerbangan.

Namanya aja wong ndeso, semula, pesawat tahu nya hanya ketika melintas di atas rumah atau saat melihatnya dalam sebuah adegan film di televisi. Maka jangan heran, jika masih buta dengan istilah-istilah di airport.
***

Dari yang tidak tahu sama sekali tentang bandara dan penerbangan, hingga bisa menumpangi berbagai macam pesawat. Bukan bermaksud sombong, tapi pesawat-pesawat inilah yang dalam babakan kehidupan berikut, saya nikmati menuju lokasi kerja ataupun saat pulang cuti. Diantaranya pesawat Boeing 737, Twin otter, Cassa 212, helicopter Super puma, helicopter Hughes 500, helicopter Skordsky, Beechcraft, helicopter Bell 212, dan helicopter Bell 412.

Selama 6 tahun bergabung dengan perusahaan yang bergerak dalam menyediakan jasa layanan kesehatan ini, saya telah menapaki berbagai kota dari Ujung Papua hingga Aceh. Baik untuk kepentingan perjalanan tugas ataupun hanya sekedar singgah.

Dengan bekal profesi nursing, saya pernah meninggalkan jejak di Biak, Sorong, Salawati, Babo, Bintuni, Bali, Surabaya, Yogyakarta, Jakarta, Manado, Makassar, Sangatta, Bontang, Samarinda, Balikpapan, Muara Teweh, Medan, dan Aceh. Sungai Barito, Sungai Mahakam, Teluk Bintuni bahkan sampai Selat Malaka pun pernah diarungi.

Tak hanya bisa menikmati perjalanan yang dibiayai oleh perusahaan, menikmati fasilitas hotel-hotel berbintang menjadi hal yang biasa. Dari hotel berbintang tiga sampai hotel berbintang lima sudah menjadi langganan. Kamar tidur luas. Kasur empuk. Kamar mandi bersih dan harum. Makanan enak yang mahal harganya. Semuanya sudah pernah dirasakan dan semuanya gratis. Dan yang terakhir, semuanya perusahaan yang bayar.
***

Selama 3 tahun, saya bekerja sebagai emergency nurse di klinik swarga bara, milik PT.KPC. Klinik ini, kurang lebih seukuran dengan Puskesmas induk di kecamatan. Di klinik ini ada layanan rawat jalan (outpatient), rawat inap (inpatient), dental, radiologi, laboratorium, dan occupational health. Selain bekerja di Gawat Darurat, Head Nurse juga merotasi saya ke bagian lain seperti ke occupational healthdan rawat jalan.

Di KPC site inilah awal mula bekerja dengan orang yang multi suku dan multi budaya. Suku Jawa, Batak, Toraja, Makassar, Bugis, Sunda, dan Dayak. Di sini saya banyak belajar tentang berbagai macam perilaku dan karakter manusia. Di sini banyak belajar untuk bisa mengerti tentang perbedaan sifat manusia. Sebuah pembelajaran yang sangat berharga, yang tak pernah didapatkan selama kuliah dulu.

Waktu pun terus berlalu, dengan rotasi kerja 9 minggu on site (bekerja) dan 3 minggu off site (liburan).
***

Site kedua adalah lokasi eksplorasi batubara yang berada di lebatnya belantara Borneo milik perusahaan BHP Billiton. Proyek pencarian batubara ini berada di tengah hutan Kalimantan tengah.

Untuk menuju ke lokasi kerja, membutuhkan waktu yang cukup lama. Dengan perjalanan udara selama satu jam menuju Mount Muro Airport, kemudian 15 menit perjalanan darat menuju pelabuhan, 1 jam perjalanan air menyusuri sungai barito, dilanjutkan 2 jam perjalanan darat, barulah saya sampai di sebuah Camp pekerja eksplorasi.

Benar-benar sebuah petualangan!

Pertama kali sampai di Camp eksplorasi, saya tercengang. Suasananya lengang dan sangat sepi. Tak terdengar suara kendaraan. Tak terlihat pula lampu-lampu jalan.
Camp ini berada di sebuah lembah.

Di sisi kanan kiri terdapat pepohonan tinggi yang tak lagi lebat karena sisa-sisa penebangan. Di beberapa tempat nampak semak belukar. Tiang-tiang bangunan camp terbuat dari kayu-kayu hutan. Dinding dan atapnya terbuat dari plastik terpal. Kantor kepala proyek, ruang radio komunikasi, dapur, klinik first aid, kamar mandi dan toilet, semuanya serba beratap dan berdinding plastik terpal.

Air mandi berasal dari air sungai yang ada tak jauh dari camp. Air sungai disedot dengan mesin pompa kemudian ditampung ke bak-bak mandi yang terbuat dari drum-drum bekas.

Tempat tidurnya, bed ala tentara yang bisa dilipat. Untuk menghindari gigitan nyamuk, masing-masing tempat tidur dipasangi kelambu dari kain tipis. Selain tahan nyamuk, kelambu ini bermanfaat untuk membantu menghangatkan tempat tidur.

Dalam proyek ini, saya mulai mengenal profesi lain seperti Geologist, Surveyor, Radio Operator, Helicopter Landing Officer dan Logistic Officer. Coba kalau kita bekerja di Rumah Sakit, yang kita kenal ya Dokter, Nurses, Bidan, Laboratory Technician, Xray Technician, Physiotherapist dan Ahli Gizi.

Memasuki proyek eksplorasi ini, sepertinya ‘kuliah’ lagi. Saya banyak belajar dengan profesi lain dan mengenal lebih dekat dengan alam sekitar.

Jumlah pekerjanya sekitar 30-an orang. Hanya ada satu nurse atau paramedic on duty. Sebagai medic (sebutan nurse di lokasi kerja), saya bertanggungjawab penuh terhadap status kesehatan seluruh karyawan. Dalam klinik first aid, terdapat satu responder bag yang berisi peralatan dan obat-obatan yang selalu dibawa ketika menemani karyawan yang sedang bekerja di tengah hutan.

Di klinik juga terdapat peralatan untuk kepentingan evakuasi, seperti neck collars, basket stretcher, scoop stretcher, portable oxygen, dan extrication devices.

Dalam kasus yang tidak bisa ditangani oleh medic dan membutuhkan konsultasi medis, perusahaan menyediakan layanan Medical Director (MD). MD ini bertempat di kantor pusat di Jakarta dan siap membantu on site paramedic yang membutuhkan konsultasi dan rekomendasi. Walaupun sendiri di hutan sebagai tenaga kesehatan, tapi MD siap memberikan advice ketika dibutuhkan.
***

Site ketiga, saya ditempatkan di sebuah proyek konstruksi (pembangunan) tambang LNG (Liquid Natural Gas) Tangguh, milik perusahaan British Petroleum. Proyek ini berada tepat di tepian Teluk Bintuni. Di desa Tanah Merah, Teluk Bintuni, Papua Barat. Lokasinya sangat jauh di pedalaman papua. 3 jam perjalanan udara dari Jakarta menuju Biak atau Sorong. Perjalanan udara menuju Babo selama 1 jam, dan dilanjut lagi perjalanan air dengan speedboat menuju lokasi proyek sekitar 1.5 jam. Melelahkan tapi menyenangkan!

Situasi kerja disini berbeda lagi dengan situasi kerja di KPC dan BHP Billiton. Dari lokasi pertambangan kemudian lokasi eksplorasi, sekarang ke lokasi konstruksi. 3 situasi yang sangat berbeda. Orang-orang nya pun makin beragam. Di sini bisa bertemu dengan orang-orang suku Papua, Jawa, Bugis, Makassar, Minang, Sunda dan suku-suku lainnya.

Saya juga berinteraksi dengan orang-orang Jepang, Australia, South Africa, Inggris, Amerika, India dan ekspatriat lainnya.

Makin beragam karakter dan sifat manusia yang ditemui. Lagi-lagi, ini merupakan pelajaran kebudayaan yang tidak didapatkan di bangku sekolah.
******

Hikmah yang bisa saya petik adalah, setelah lulus pendidikan perawat lebih bijak jika tidak hanya berpikir bekerja di Rumah Sakit, Klinik dan Poliklinik dekat rumah saja. Perluas jaringan dan wawasan. Tambah knowledge dan skills.

Dengan menjadi praktisi nursing, kita bisa tetap bekerja sambil berkeliling nusantara ‘tanpa biaya’. Banyak di antara rekan-rekan saya waktu itu yang bisa menyeberang ke Malaysia, Singapore, Bangladesh, Brunei, Vietnam, Papua New Guinea, Thailand, Timor Leste, Australia, Irak, Cina bahkan sampai ke Rusia.

Walaupun saya belum bisa sukses seperti rekan-rekan nurses yang saat ini sudah menjadi Pengusaha, Politisi, Dosen, Direktur, Supervisor dan kesuksesan-kesuksesan lainnya, saya pribadi merasa bangga dengan profesi nursing.

Alhamdulillah, setumpuk kisah pertarungan saya sebelum ke negeri seberang, meski tanpa pergulatan fisik, kayak James Bond aja! Dan cita-cita untuk bisa bekerja di luar negeri, akhirnya tercapai.

Di pertengahan 2008, saya bisa menjejak bumi Qatar dan tetap menekuni profesi nursing. Perjalanan babak kedua, di padang pasir.

Uang lelah 15 ribu rupiah/bulan yang dulu pernah saya nikmati, kini menjadi sebuah hikmah yang bisa dipetik. Dengan kegigihan semangat dan usaha yang optimal, insya’ Allah selalu ada jalan untuk meraih mimpi-mimpi besar.

Satu lagi pesan saya terhadap junior nursing adalah jangan pernah lupa untuk selalu berdo’a atas segala ikhtiar yang sudah kita lakukan. Allah ‘Azza Wajala, Maha Tahu yang menjadi prasangka hambaNya.

Terima kasih dan salam hormat untuk kedua orangtua yang telah menyekolahkan saya ke nursing. (@sugengbralink: dimuat dalam Buku Enjoy Nursing yang diterbitkan oleh INDONESIAN NURSING TRAINERS)

Enjoy Nursing! Your life will not be boring!
Dukhan, 02-12-2012

No comments:

Post a Comment

Thanks for reading this blog!